1. latar belakang
Pendidikan anak usia dini merupakan upaya untuk menstimulasi, membimbing, mengasuh dan pemberian kegiatan pembelajaran yang akan menghasilkan kemampuan dan keterampilan anak[1]. Pembinaan yang ditujukan kepada anak sejak lahir sampai dengan usia enam tahun yang dilakukan melalui pemberian rangsangan pendidikan dalam membantu pertumbuhan dan perkembangan jasmani dan rohani anak sebagai persiapan untuk hidup dan dapat menyesuaikan diri dengan lingkungannya serta memiliki kesiapan untuk memasuki pendidikan lebih lanjut. Proses pembelajaran bagi anak usia dini merupakan proses interaksi antara anak, sumber belajar dan pendidik dalam suatu lingkungan belajar tertentu untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. (Depag RI, 2003 : 2)
Pendidikan anak usia dini merupakan upaya untuk menstimulasi, membimbing, mengasuh dan pemberian kegiatan pembelajaran yang akan menghasilkan kemampuan dan keterampilan anak[1]. Pembinaan yang ditujukan kepada anak sejak lahir sampai dengan usia enam tahun yang dilakukan melalui pemberian rangsangan pendidikan dalam membantu pertumbuhan dan perkembangan jasmani dan rohani anak sebagai persiapan untuk hidup dan dapat menyesuaikan diri dengan lingkungannya serta memiliki kesiapan untuk memasuki pendidikan lebih lanjut. Proses pembelajaran bagi anak usia dini merupakan proses interaksi antara anak, sumber belajar dan pendidik dalam suatu lingkungan belajar tertentu untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. (Depag RI, 2003 : 2)
Karakteristik anak usia dini
adalah aktif melakukan berbagai eksplorasi dalam kegiatan bermain, maka sesuai
dengan karakteristik tersebut proses pembelajarannya ditekankan pada aktivitas
dalam bentuk belajar sambil bermain yang menekankan pada pengembangan potensi
di bidang fisik, intelegensi, sosial-emosional bahasa dan komunikasi menjadi
kompetensi/kemampuan yang secara aktual dimiliki anak. Sesuai dengan keunikan
dan pertumbuhan anak usia dini maka penyelenggaraan pendidikan bagi anak usia
dini disesuaikan dengan tahap-tahap perkembangan yang dilalui oleh anak usia
dini.
2. Fungsi dan tujuan pendidikan
anak usia dini
Pendidikan anak usia dini
berfungsi untuk membina, menumbuhkan dan mengembangkan seluruh potensi anak
usia dini sehingga terbentuk perilaku yang sesuai dengan tahap perkembangannya
dan memiliki kesiapan untuk memasuki pendidikan yang selanjutnya.
Dan tujuan pendidikan anak
usia dini yaitu membangun landasan dalam untuk berkembangnya potensi peserta
didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa, berakhlak mulia, sehat,
berilmu, cakap, kritis, kreatif, inovatif, mandiri, percaya diri dan menjadi
warga yang demokratis dan bertanggung jawab. Pendidikan anak usia dini juga
bertujuan mengembangkan potensi sosial anak dalam lingkungan bermain yang
edukatif lagi menyenangkan.
3. Prinsip-prinsip pendidikan
anak usia dini
Dalam pelaksanaan pendidikan
anak usia hendaknya menggunakan prinsip-prinsip berikut ini:
1)
Berorientasi
pada perkembangan anak
Dalam melakukan kegiatan,
pendidik dianggap perlu memberikan kegiatan yang sesuai dengan tahapan
perkembangan anak. Dikarenakan anak itu unik, meskipun berada pada usia yang
sama namun perkembangan setiap anak itu berbeda satu sama lainnya maka perlu
memperhatikan perbedaan secara individual. Dengan demikian dalam kegiatan yang
disiapkan perlu memperhatikan cara belajar anak yang dimulai dari cara
sederhana ke rumit, konkrit ke abstrak, gerakan ke verbal, dan dari ke-aku-an
ke rasa sosial.
2)
Berorientasi pada kebutuhan anak
Kegiatan pembelajaran pada anak harus
senantiasa berorientasi kepada kebutuhan anak. Anak usia dini adalah anak yang
sedang membutuhkan upaya-upaya pendidikan untuk mencapai optimalisasi semua
aspek perkembangan baik perkembangan fisik maupun psikis, yaitu intelektual,
bahasa, motorik, dan sosio emosional.
3) Bermain sambil belajar atau
belajar seraya bermain
Pembelajaran anak usia dini
yaitu lewat bermain. Melalui bermain anak bereksplorasi untuk mengenal
lingkungan sekitar, menemukan, memanfaatkan objek-objek yang dekat dengan
anak, dan kesimpulan mengenai benda di sekitarnya. Ketika
bermain anak membangun pengertian yang berkaitan dengan pengalamannya
4) Lingkungan yang kondusif
Lingkungan harus diciptakan sedemikian rupa sehingga menarik dan menyenangkan bagi anak, yaitu dengan memperhatikan keamanan serta kenyamanan yang dapat mendukung kegiatan bermain anak.
5) Berpusat pada anak
Pembelajaran
di PAUD hendaknya menempatkan anak sebagai subyek pendidikan. Oleh karena itu,
semua kegiatan pembelajran diarahkan atau berpusat pada anak. Dalam
pembelajaran berpusat pada anak, anak diberi kesempatan untuk menentukan
pilihan, mengemukakan pendapat dan aktif melakukan atau mengalami sendiri.
Pendidik bertindak sebagai pembimbing atau fasilitator.
6) Menggunakan pembelajaran terpadu
Pembelajaran
pada pendidikan anak usia dini menggunakan pembelajaran terpadu. Dimana setiap
kegiatan pembelajaran mencakup pengembangan seluruh aspek perkembangan
anak. Hal ini dilakukan karena antara satu aspek perkembangan dengan aspek
perkembangan lainnya saling berkaitan. Pembelajaran terpadu dilakukan dengan
menggunakan tema sebagai wahana untuk mengenalkan berbagai konsep kepada anak
secara utuh.
7) Mengembangkan berbagai kecakapan hidup
Proses
pembelajaran diarahkan untuk mengembangkan berbagai kecakapan hidup agar anak
dapat menolong diri sendiri, mandiri dan bertanggung jawab, memiliki
disiplin diri serta memperoleh keterampilan yang berguna bagi kelangsungan
hidupnya.
8) Menggunakan berbagai media edukatif dan sumber belajar
Media
dan sumber pembelajaran memanfaatkan lingkungan sekitar, nara sumber dan
bahan-bahan yang sengaja disiapkan oleh pendidik /guru. Penggunaan media dalam
pembelajaran membuat pembelajaran lebih menyenangkan.
9) Dilaksanakan secara bertahap dan berulang–ulang
Pembelajaran
bagi anak usia dini hendaknya dilakukan secara bertahap, dimulai dari konsep
yang sederhana dan dekat dengan anak. Untuk mencapai pemahaman konsep yang
optimal maka penyampaiannya dapat dilakukan secara berulang.
10) Aktif, kreatif, inovatif, efektif, dan menyenangkan
Proses
pembelajaran yang aktif, kreatif, inovatif, efektif, dan menyenangkan dapat
dilakukan oleh anak yang disiapkan oleh pendidik melalui kegiatan-kegiatan yang
menarik, menyenangkan untuk membangkitkan rasa ingin tahu anak, memotivasi anak
untuk berpikir kritis, dan menemukan hal-hal baru. Pengelolaan pembelajaran
hendaknya dilakukan secara demokratis, mengingat anak merupakan subjek dalam
proses pembelajaran.
11) Pemanfaatan teknologi informasi
Pelaksanaan
stimulasi pada anak usia dini dapat memanfaatkan teknologi untuk kelancaran
kegiatan, misalnya tape, radio, televisi, komputer. Pemanfaatan teknologi
informasi dalam kegiatan pembelajaran dimaksudkan untuk memudahkan anak
memenuhi rasa ingin tahunya.[2]
4. Teori belajar anak usia dini
Pembelajaran
pada anak usia dini identik dengan belajar sambil bermain, maupun bermain
sambil belajar. Karna anak pada masa ini belum benar-benar siap untuk belajar
sepenuhnya. Dan bermain pada anak sangat membantu dalam perkembangannya. Baik
dalam perkembangan psikologis, sosialisasi, dan emosional anak. Piaget dalam
Mayesty (1990 :42) mengatakan bahwa bermain adalah suatu kegiatan yang
dilakukan berulang-ulang dan menimbulkan kesenangan/ kepuasan diri seseorang.
Sedangkan Parten memandang kegiatan bermain sebagai sarana sosialisasi,
diharapkan melalui bermain dapat memberikan kesempatan anak bereksplorasi,
menemukan, mengekpresikan perasaan, berkreasi, dan belajar secara menyenangkan.
Selain itu kegiatan bermain dapat membantu anak mengenal tentang diri sendiri,
dengan siapa dia hidup serta lingkungan tempat dimana ia hidup.
Adapun
bermain pada anak usia dini dalam pandangan ahli dapat di uraikan sebagai
berikut :
·
Buhler dan Danziger dalam Roger dan Sawyers
(1995:95), berpendapat bahwa bermain adalah kegiatan yang menimbulkan
kenikmatan, sedangkan Freud menyakini bahwa walaupun bermain tidak sama dengan
bekerja tetapi anak menganggap bermain sebagai suatu yang serius.
·
Docket dan Fleer (2000:41-43) berpendapat bahwa
bermain merupakan kebutuhan bagi anak, karena melalui bermain anak akan
memperoleh pengetahuan yang dapat mengembangkan kemampuan dirinya.
·
Vygotsky dalam Naugton (2003:46) percaya bahwa
bermain membantu perkembangan kognitif anak secara langsung. Ia menegaskan
bahwa bermain simbolik memainkan peran yang sangat penting dalam perkembangan
berpikir abstrak. Sejak anak bermain pura-pura, maka anak menjadi mampu
berpikir tentang makna-makna objek yang mereka representasikan secara
independen. Berhubungan dengan pembelajaran, Vygotsky dalam Naugton (2003:46)
berpendapat bermain dapat menciptakan suatu zona perkembangan proximal pada
anak.
Proses
pembelajaran anak usia dini harus didasarkan prinsip-prinsip perkembangan anak
usia dini, yaitu:
1.
Proses kegiatan belajar pada anak usia dini
harus dilaksanakan berdasarkan prinsip belajar melalui bermain.
2.
Proses kegiatan belajar pada anak usia dini
dilaksanakan dalam lingkungan yang
kondusif dan inovatif baik didalam ruangan
maupun diluar lingkungan.
3. Proses kegiatan belajar anak usia dini harus
diarahkan pada pengembangan potensi kecerdasan secara menyeluruh.[3]
5.
Model pembelajaran anak
usia dini
Model pembelajaran anak
usia dini memiliki dua jenis model pembelajaran yaitu pembelajaran yang berpusat pada Guru dan
pembelajaran berpusat pada Anak. pembelajaran yang berpusat pada Guru
diprakasai oleh Povdov, Skinner, dan tokoh-tokoh behavioris lainnya. Adapun
pembelajaran berpusat pada Anak diprakasai oleh Piaget, Erikson dan Isaacs.[4]
Teori Behavioris, berdasarkan penelitian pavlov dalam
mengamati prilaku hewan, bahwa jika hewan diberikan stimulasi tertentu, maka
menimbulkan respon yang tertentu sesuai dengan stimulasi yang diberikan.
Skinner mengemukakan bahwa seluruh prilaku manusia dapat dijelaskan atau
diamati sebagai respon yang terbentuk dari berbagai stimulus yang pernah
diterima dari lingkungannya.
Teori Perkembangan, para ahli psikologi perkembangan
melihat bahwa anak memiliki motivasi diri yang dimilikinya sejak lahir untuk menjadi
mampu. “Motivasi berkemampuan” inilah
yang kemudian dipandang oleh para ahli psikologi sebagai dasar untuk
mengembangkan pembelajaran yang berepusat pada anak, dengan menghargai seluruh
proses perkembangan yang dimiliki oleh anak dan berkembang sesuai dengan ritme
yang dimiliki masing-masing anak, dengan menciptakan lingkungan dan menyediakan
peralatan yang menyediakan kesempatan pada anak untuk belajar dan berkembang.
Para ahli psikologi telah menemukan pola dan tahapan
dalam perkembangan yang berasal dari pengendalian yang muncul dari dalam diri
anak, seperti kognitif, sosial-emosional, dan perkembangan fisik. Melalui
pengetahuan ini dapat diciptakan lingkungan bekajar yang berbasis bermain untuk
anak sehingga dapat mendukung perkembangan anak.
6. Metode belajar bagi anak usia
dini
Walaupun pendidikan
berlangsung sepanjang hayat, namun menurut Maria Montessori, enam tahun pertama
masa anak sebagai jangka waktu yang paling penting bagi perkembangannya. Tahun
prasekolah menjadi masa dimana anak membina kepribadian mereka. Karenanya,
setiap usaha yang dirancang untuk mengembangkan minat dan potensi anak harus
dilakukan pada masa awal ini untuk membimbing anak menjadi diri mereka dengan
segala kelebihannya. Orangtua dan pendidik harus dapat membantu anak menyadari
dan merealisasikan potensi anak untuk menimba ilmu pengetahuan, bakat, dan
kepribadian yang utuh.
Acuan memilih metode
pengajaran untuk anak usia 0-6 tahun menurut Penasehat Himpunan Tenaga
Kependidikan Usia Dini, Dr. Anggani Sudono MA, adalah melibatkan anak dalam
kegiatan belajar. Ketika di sekolah anak diajak memilih materi yang ingin
dieksplorasi. Dengan begitu anak mendapat inspirasi dan belajar mengambil
keputusan sendiri. Terdapat beberapa metode pengajaran yang disesuaikan dengan
tahap usia anak:
a. Usia 0-3 tahun: anak dapat mengikuti kegiatan
di sekolah taman bermain. Apapun metodenya, yang harus diperhatikan ialah
hubungan komunikasi guru dengan anak, bagaimana cara guru itu berkomunikasi.
Ketika mengajar, sebaiknya guru tidak mendominasi kegiatan anak.
b. Usia 5 tahun: berikan
kegiatan yang dapat memberi kesempatan pada anak mengobservasi sesuatu.
Sebaiknya pendidik tidak melulu mencontohkan lalu anak mengikuti. Tapi, biarkan
anak mencoba-coba, misal anak menggambar bunga dengan warna hijau, kuning atau
biru. Pendidik dapat memberikan kosakata baru pada anak dan membiarkan mereka
merangkai kalimat.
c. Usia 6-12 tahun: perbanyak
melatih kemampuan anak bercerita dan mempresentasikan apa yang mereka ketahui.
Metode belajar ditekankan pada bagaimana anak berpikir kreatif, misalnya ketika
menjelaskan suatu hal atau benda. Salah satunya dengan metode main maping,
yaitu membuat jaringan topik. Misal, minta anak menjelaskan konsep meja dan
biarkan anak memaparkan satu persatu pengetahuannya tentang meja mulai dari
berbagai bentuk, fungsi sampai jumlah penyangganya.[5]
Proses belajar-mengajar yang baik adalah jika
anak berinteraksi dengan pendidik, yaitu orangtua dan guru. Maka pendidik harus
pandai menciptakan situasi yang nyaman, membangkitkan semangat belajar, dan
anak antusias belajar dengan memberikan metode pengajaran yang tepat. Jika tipe
belajar anak lebih aktif melalui alat pendengarannya (auditif), maka anak
diajarkan dengan mendengarkan kaset yang diselingi dengan menunjukkan gambarnya
(demonstrasi). dapat juga dengan memutarkan video agar anak dapat melihat
(visual) dengan jelas apa yang terjadi. Dengan harapan, tujuan pembelajaran
akan lebih mudah tercapai.
[1] Yuliani Nurani Sujiono, Konsep Dasar
Pendidikan Anak Usia Dini, (Jakarta barat : Indeks, 2013) hlm 7
[2] Diakses dari
http://paudonline.wordpress.com/2012/09/26/hakikat-pendidikan-anak-usia-dini/
[3]Diakses dari http://12042ma.blogspot.com/2014/01/teori-belajar-dan-pembelajaran-pada.html
[4] Diakses
dari http://melyloelhabox.blogspot.com/2013/01/teori-belajar-dan-pembelajaran -anak.html