Selasa, 23 September 2014

PERAN GURU LAKI-LAKI TERHADAP PAUD

Pendidikan anak usia dini merupakan pendidikan dasar anak yang akan membentuk anak itu menjadi apa kedepannya. Kita selaku pendidik anak usia dini harus kritis dalam melakukan perbaikan dan pembenahan pola didik anak usia dini. Disinilah guru memiliki peran penting yang sangat penting dalam pembentukan pola fikir anak.
Seperti yang kita ketahui pada umumnya sekolah-sekolah AUD di Indonesia pendidiknya adalah seorang perempuan. Padahal tidak ada peraturan yang mewajibkan guru PAUD itu harus seorang perempuan. Pada sekolah sarjana maupun pascasarjana sedikit sekali laki-laki yang memiliki minat di bidang ini. Dari sini timbul pertanyaan, apakah laki-laki tidak pantas mengajar Anak Usia Dini? Apakah laki-laki tidak lebih baik dalam mengajar anak usia dini dibandingkan perempuan? Padahal pengajar laki-laki dalam PAUD itu dibutuhkan sebagai model untuk murid laki-laki yang faktanya selama ini baik murid laki-laki maupun perempuan diajarkan oleh guru perempuan.
Penulis pernah menemukan guru laki-laki di sebuah PAUD dan itupun beliau hanya mengisi pelajaran Olah raga (kesehatan jasmani) di sekolah tersebut. Sehingga olah raga itu diidentik dengan sesuatu yang hanya dilakukan oleh laki-laki. Padahal olah raga itu merupakan hal yang dibutuhkan oleh tubuh, baik laki-laki maupun perempuan dan bahkan kebanyakan sekolah tidak memiliki guru laki-laki. Berdasarkan hasil observasi yang saya lakukan disebagian sekolah mengenai hal ini, para kepala sekolah menjawab tidak ada guru laki-laki yang melamar untuk bekerja di PAUD mereka dan juga banyak rumor beranggapan bahwa guru laki-laki dikhawatirkan melakukan pelecehan kepada anak usia dini dan guru perempuan dianggap lebih cocok pada pekerjaan ini.
Penulis beranggapan bahwa masih minimnya kesadaran masyarakat akan sosok laki-laki diPAUD. Masih adanya anggapan bahwa guru PAUD itu haruslah seorang perempuan dan mungkin pemikiran ini berdasarkan pada sifat perempuan yang dianggap lebih keibuan dibandingkan laki-laki. Padahal dalam diri laki-laki bisa jadi juga ada sifat kebapa-annya. Dan bisa jadi guru laki-laki bisa lebih baik dalam mendidik anak usia dini dengan sikap kelaki-lakiannya. Meski belum ada penelitian mendalam tentang ini, tapi tidak mustahil bagi laki-laki untuk dapat terjun dalam dunia kePAUDan.
Berdasarkan wawancara kepada beberapa laki-laki mengenai peluang berkarier di kePAUDan, mereka mengatakan tidak berminat pada bidang tersebut biarlah para wanita yang berkecimpung disana. Dan alas an mereka terkadang terlihat sepele. Beberapa pria tertawa saat ditanyakan, dan beberapa lainnya mengatakan bahwa mereka masih lelaki tulen, dan mereka malu kalau ternyata harus mengambil pendidikan perguruan tinggi pada jurusan PAUD.
Peran pemerintah dalam hal ini juga sebenarnya sangat berpengaruh. Sayangnya pemerintah seperti tidak memikirkan hal seperti ini. Di luar negeri pemerintah lebih cepat dalam mengatasi hal ini. Mereka membayar dua kali lipat gaji kepada guru PAUD lelaki. Kenapa? Karna permasalahan mereka sebenarnya sama dengan di Indonesia. Lelaki kurang berminat dalam bidang pengasuhan anak. Namun kebijakan pemerintah yang dianggap menguntungkan bagi mereka, maka banyak yang mulai memasuki dan menggeluti bidang pendidikan anak usia dini.
Penulis beranggapan bahwa pentingnya sosok guru laki-laki dalam pendidikan anak usia dini. Selain menjadi model bagi murid laki-laki, guru laki-laki juga perlu mewarnai pendidikan anak usia dini. Tentu dengan harapan, dengan adanya guru laki-laki dalam pendidikan anak usia dini membuat pendidikan anak usia dini lebih bergairah dalam kinerjanya. Hanya butuh sedikit waktu untuk menumbuhkan kesadaran ini, namun kita tak pernah tau kapan waktu itu akan tiba. Ini akan menjadi tugas yang masih harus dibenahi lagi. Akan ada perbedaan yang berarti dengan masuknya peran laki-laki dalam pendidikan anak usia dini.
Dengan tulisan ini, saya berharap ada kesadaran diantara kita dalam membangun pola fikir masyarakat kita terhadap pentingnya peran guru atau pengajar laki-laki dalam pembelajaran Anak Usia Dini. Karna pendidikan anak usia dini bukan semata kewajiban wanita dan bukan pula pekerjaan milik wanita. Pendidikan merupakan kewajiban kita semua selaku pendidik. Semoga tulisan ini bermanfaat,..

Rabu, 17 September 2014

Perkembangan Anak Usia Dini


A.   Perkembangan Anak Usia Dini
Anak usia dini merupakan masa dimana anak sangat sensitif dan peka dalam menerima berbagai ransangan yang sering disebut juga dengan Golden Age. Kepekaan setiap anak berbeda satu sama lainnya seiring perkembangan dan pertumbuhan anak secara individual. Perkembangan anak pada masa ini berdampak pada kemampuan intelektual, karakter personal dan kemampuan sosialnya terhadap lingkungan. Kesalahan penanganan anak pada masa ini akan menghambat perkembangan anak yang seharusnya optimal secara fisik maupun psikis. Perkembangan dan pertumbuhan anak merupakan dua hal yang sangat berbeda namun saling berdampingan. Perkembangan anak usia dini berhubungan dengan perubahan psikis, dan pertumbuhan ini bersifat kualitatif. Sedangkan pertumbuhan yang terjadi pada anak usia dini berhubungan dengan perubahan fisiknya dan ini bersifat kuantitatif.[1] Berikut merupakan fase-fase perkembangan anak usia dini:
1.     Perkembangan fisik
Perkembangan fisik adalah perkembangan yang paling mudah terlihat dan merupakan dasar bagi kemajuan perkembangan berikutnya. Perkembangan fisik anak juga dtandai dengan berkembangnya kemampuan anak terhadap motorik kasar dan motorik halus. Pada usia ini anak sudah bisa menuliskan namanya sendiri serta dapat melakukan gerakan-gerakan secara luwes.
2.     Perkembangan kognitif
Perkembangan anak usia dini juga meliputi perkembangan kognitif anak. Kemampuan ini berkaitan dengan daya ingat, penalaran, pemecahan masalah dan kemampuan menganalisa. Anak usia dini adalah seorang peneliti kecil. Dimana mereka melakukan penelitian dan menganalisa apa yang ada di lingkungan sekitarnya. Interaksi yang baik antara anak dan lingkungannya dapat mengoptimalkan perkembangan kognitif anak.
3.     Perkembangan emosional
Adapun beberapa emosi yang berkembang pada anak termasuk diantaranya rasa takut, marah, sedih, cemas, cemburu, gembira dan rasa kasih sayang.[2]
4.     Perkembangan bahasa
Penelitian menunjukkan bahwa cara orang tua berbahasa sangat mempengaruhi perkembangan dan kemampuan berbahasa pada anak. Dan penggunaan bahasa Ibu sangat memudahkan anak dalam belajar bahasa lebih cepat. Pada mulanya anak akan mulai mengoceh tidak jelas, kemudian dia bisa menyebutkan satu kata, dan berlanjut bisa menggabungkan dua kata sampai ia bisa mengungkapkan sebuah kalimat sederhana. Kemampuan anak dalam berbahasa mencerminkan kecerdasan anak.[3]
Selain dukungan orang tua, keluarga dan lingkungan sekitar, nutrisi dan asupan makanan sangat membantu perkembangan anak usia dini. Ini dikarenakan pada masa perkembangan anak usia dini dibutuhkan zat-zat gizi dalam proses pematangan jaringan tubuhnya dan menyiapkan energy dalam proses eksplorasi anak. Untuk lebih merinci tahapan perkembangan anak, penulis mengelompokkan perkembangan anak sebagai berikut;
1.     Usia 0-2 bulan
a.     Perkembangan mental dan bahasa
·      Mengenali wajah, mainan dan suara yang familiar
·      Menggunakan mata dan kepala untuk mengikuti benda yang bergerak
·      Membuat suara yang nyaring
b.     Perkembangan fisik, motorik dan sensor
·      Merespon secara spontan ketika disentuh di area tertentu
·      Membuat ekspresi wajah yang berbeda dalam merespon dari stimulasi rasa  yang berbeda
·      Memasukkan jari ataupun tangan kedalam mulut
c.     Perkembangan sosial dan emosional
·      Kadang-kadang tersenyum ketika berinteraksi dengan orang lain
·      Memiliki cara menangis yang berbeda ketika merasa ngantuk, sakit ataupun lapar
·      Lebih lama memandang wajah orang lain dibandingkan mainanataupun obyek lainnya
2.     Usia 3-6 bulan
a.   Perkembangan mental dan bahasa
·      Mengamati dan memeriksa obyek dengan memasukkannya kedalam mulut
·      Mengeluarkan suara yang terdengar seperti bunyi ma, ba,da,pa
·      Suka mendengarkan orang lain, khususnya ketika seseorang berbicara dengan nada tinggi dan kata sederhana (berbicara seperti bayi)
b.     Perkembangan fisik, motorik dan sensor
·      Dapat memegang obyek dengan tangan dan menggenggamnya dengan jari
·      Menarik tubuh untuk duduk dan bisa duduk tampa sandaran
·      Mencoba meraih benda-benda yang jauh dari jangkauan
c.     Perkembangan sosial dan emosional
·      Bereaksi terhadap bayi lain dengan menganggap bayi lain sebagai mainan
·      Menunjukkan berbagai tipe senyuman selama berinteraksi dengan orang lain
·      Bermain ci luk ba
3.     Usia 6-12 bulan
a.     Perkembangan mental dan bahasa
·      Melakukan tindakan yang disengaja untuk memecahkan masalah
·      Menggunakan kata-kata maupun isyarat untuk menunjukkan sesuatu ataupun seseorang
·      Menemukan mainan yang hilang
b.     Perkembangan fisik, motorik dan sensor
·      Merangkak
·      Berjalan menggunakan bantuan orang lain maupun furniture disekelilingnya
·      Memainkan dan menggenggam obyek dengan jari dan ibu jarinya
c.     Perkembangan sosial dan emosional
·      Terkadang menunjukkan rasa takut dan cemas ketika berada di suasana ataupun situasi asing
·      Mengajak orang lain berinteraksi dengan menunjuk ke arah obyek, atau menuju ke arah obyek yang di tunjuk oleh orang lain
·      Mampu mengekspresikan rasa marah
4.   Usia 12-18 bulan
a.     Perkembangan mental dan bahasa
·      Menyelesaikan masalah yang membutuhkan beberapa langkah penyelesainan masalah
·      Menggunakan mainan sebagai simbol, sebagai contoh minum dari cangkir mainan
·      Mengucapkan belasan kata
b.  Perkembangan fisik motorik dan sensor
·      Berdiri sendiri tampa bantuan orang lain maupun tampa berpegang pada benda lain
·      Menjaga keseimbangan ketika berada di permukaan yang berbeda
·      Memainkan obyek dengan jelas menggunakan gerakan kedua tangannya
c.   Perkembangan sosial dan emosional
·      Menyadari bila ada seseorang yang kesakitan dan mencoba menolong
·      Mulai menikmati berinteraksi dengan sesama bayi
·      Menggunakan intonasi suara untuk mengekspresikan emosi yang berbeda
5.   Usia 19 bulan - 2 tahun
a.   Perkembangan mental dan bahasa
·      Mengkombinasikan dua kata atau lebih dalam satu kalimat
·      Terlibat dalam sebuah permainan, misalnya berpura-pura menjadi pesawat terbang
·      Memiliki peningkatan besar terhadap jumlah kata yang di ucapkan ataupun dipahami
b.   Perkembangan fisik, motorik dan sensor
·      Mampu berdiri
·      Makan sendiri
·      Mampu mengontrol buang air
c.   Pengembangan sosial dan emosional
·      Mengenal diri sendiri ketika melihat cermin
·      Memindahkan sesuatu dan menemukan sesuatu
·      Menunjukkan emosi diri sendiri, seperti sepertii malu, bangga maupun bersalah
6.   Usia 2-3 tahun
a.   Perkembangan mental dan bahasa
·      Meniru tindakan rumit yang dilakukan orang lain
·      Menunjukkan ketertarikan terhadap televisi ataupun media lain
·      Menggunakan bahasa untuk mengontrol tindakan
b.   Perkembangan fisik motorik dan sensor
·      Menaiki tangga dengan menempatkan dua kaki disetiap anak tangga
·      Menggambarkan bentuk pola sederhana dengan menggunakan crayon atau spidol
·      Dapat membuat menara dengan menggunakan balok
c.   Perkembangan sosial dan emosional
·      Menunjukkan berbagai macam tertawa tergantung pada berbagai macam konteks sosial
·      Mengidentifikasi diri sendiri dan orang lain sebagai laki-laki atau perempuan
·      Membicarakan tentang perasaan dimasa sekarang ataupun masa lalu
7.   Usia 3-6 tahun
a.   Perkembangan mental dan bahasa
·      Menceritakan peristiwa yang telah terjadi
·      Menanyakan pertanyaan rumit, tidak hanya “apa”, “kenapa” dan “dimana”
·      Menggunakan kalimat yang panjang untuk menggabungkan berbagai ide dan tata bahasa yang rumit
b.   Perkembangan fisik, motorik dan sensor
·      Naik turun tangga dengan menapakkan satu kaki disetiap anak tangga
·      Menulis nama
·      Menyukai makanan tertentu terutama jika makanan tersebut sering dirasakan
c.   Perkembangan sosial dan emosional
·      Mampu menyembunyikan emosi dalam situasi sosial
·      Terkadang mendominasi lawan main, atau didominasi lawan main
·      Bermain dengan anak lain yang memiliki kesamaan ketertarikan[4]



Daftar pustaka
Novan Ardy wiyani.2014.psikologi Perkembangan Anak Usia Dini.Yogyakarta : Gava Media
http://www.enfa.co.id/development-milestones?gclid=CjwKEAjwv9-gBRD5ofn2jd2N0UUSJACcdilsOSZoklMqWeiSH0ygl6rAVVvww2WdUTxSHYwVHJZIhxoCW_nw_wcB#top



[1] Novan Ardy wiyani, psikologi Perkembangan Anak Usia Dini, (Yogyakarta : Gava Media,2014),hlm.7.
[2] http://dhani1192.blogspot.com/2013/04/makalah-fase-perkembangan-anak-usia.html
[3] http://www.ibudanbalita.net/938/perkembangan-anak-pada-masa-usia-dini.html
[4] http://www.enfa.co.id/development-milestones?gclid=CjwKEAjwv9-gBRD5ofn2jd2N0UUSJACcdilsOSZoklMqWeiSH0ygl6rAVVvww2WdUTxSHYwVHJZIhxoCW_nw_wcB#top